Sabtu, 03 Oktober 2009

BAHAYA BANYAK BICARA (2)

Kedua: Beberapa contoh kesungguhan salaf dalam menjaga lisan mereka dari banyak berbicara, dan kesungguhan mereka dalam mengoreksi lisannya.
Dari Zaid bin Aslam dari bapaknya, berkata: “Aku melihat Abu Bakar Radhiyallhu 'anhu Mengeluarkan lidahnya dan berkata: “Ini banyak menimbulkan masalah bagiku.” Perhatikanlah wahai saudarakau yang dirahmati Allah! Apa yang dikatakan oleh orang yang memiliki lidah yang dikenal sangat jujur dikalangan umat Islam ini dan apa yang ia ucapkan...... Mengintrospeksi diri, itulah yang selalu dilakukan oleh kaum salaf sehingga mereka mencapai derajat yang tinggi seperti ini.
Seseorang melihat Ibnu Abbas Radhiyallhu 'anhu memegang ujung lidahnya seraya berkata: “Celaka kamu, bicaralah yang baik niscaya kamu bahagia atau diamlah sehingga selamat dari bahaya! Orang yang melihat tersebut berkata: “Lalu ada seseorang yang berkata kepadanya, Wahai Ibnu Abbas! Mengapa kamu memegang ujung lidahmu kemudian kamu mengatakan begini dan begitu? Ibnu Mas’ud menjawab: Aku mendengar bahwa seorang hamba pada hari kiamat nanti tidak akan lebih merasa tercekik daripada karena lidahnya.”
Ibnu Mas’ud Radhiyallhu 'anu menceritakan ar-Rabi’ bin Khaitsam Rahimahullah dengan mengatakan: “Demi Allah! Seandainya rasulullah Shallallahu 'alai wasallam melihatmu niscaya beliau akan mencintaimu. Dia didatangi anak perempuannya sedangkan ia bersama murid-muridnya. Anak perempuannya berkata, "Wahai ayahku! Aku akan pergi bermain." Ar-Rabi’ menjawab, "Jangan!" Orang-orang berkata, "Wahai Abu Zaid, izinkanlah ia bermain!" Ar-Rabi’ berkata, "Sebenarnya hatiku mengatakan seperti itu. Yakni, pergilah bermain akan tetapi berkatalah yang baik dan berbuatlah yang baik!”
Ibrahim at-Taimi berkata: “Orang yang berteman dengan ar-Rabi’ bin Khaitsam selama dua puluh tahun mengatakan kepadaku: “Aku tidak mendengar darinya perkataaan yang tercela.”
Mukhallad bin al-Husain Rahimahullah berkata: “Sejak lima puluh tahun yang lalu aku tidak pernah mengatakan suatu perkataan yang aku ingin meminta maaf karenanya.”
Al-Hasan al-Bashri Rahimahullah berkata: “Aku mendapati orang-orang yang apabila melihat salah seorang (yang banyak diam) diantara mereka berkumpul bersama mereka, mereka menganggapnya dungu karena ia banyak diam. Padahal ia tidak dungu, tetapi ia seorang muslim yang paham agama.”
Al-Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah berkata: “Aku tahu seseorang yang dari Jum’at ke Jum’at perkataannnya dapat dihitung.”